BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Populasi mikroba di alam sekitar kita sangat
besar dan kompleks. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba biasanya menghuni
bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan
kulit. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebarkan beribu-ribu
mikroorganisme. Satu tinja dapat mengandung jutaan bakteri.
Bahan atau peralatan bahkan ruangan yang digunakan dalam bidang
mikrobiologi, harus dalam keadaan steril. Artinya bahan atau peralatan atau
ruang yang digunakan tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan
kehadirannya, baik yang akan mengganggu media atau pun mengganggu kehidupan dan
proses yang akan dikerjakan.
Sterilisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dilakukan jika
menginginkan suatu keadaan yang bebas dari mikroba beserta sporanya. Ada beberapa ruangan yang
diharuskan memiliki keadaan yang steril. Ruangan – ruangan tersebut antara lain
yaitu ruang operasi, ruang roentgen, ruang produksi sediaan obat steril dan
ruang pengemasan sediaan farmasi yang steril.
Sterilisasi terhadap ruangan dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan
mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ruangan tertentu sehingga ruangan
tersebut dapat dinyatakan steril dan dapat digunakan untuk berbagai kepentingan
antara lain untuk operasi, untuk produksi sediaan obat steril dan pengemasan
obat steril. Proses sterilisasi juga
dipergunakan pada bidanag mikrobiologi untuk mencegah
pencemaran organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan
asepsis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan
terhadap pencemaran oleh mikroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun
sterilisasi ini juga penting.
Ruang steril sangat penting dalam bidang kesehatan, contoh ruang steril
antara lain ruang bedah, ruang pasca operasi, termasuk dalam industri farmasi,
khususnya sediaan steril (injeksi dan lain-lain). Ruang-ruang tersebut
dibutuhkan adanya pengujian sterilisasi yang baku . Untuk pengujian tersebut dibutuhkan
adanya kesterilannya sebab diharapkan tidak adanya kontak bakteri dengan bahan
atau alat yang digunakan yang pada akhirnya akan merugikan bagi manusia.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dari praktikum ini adalah bagaimana tingkat sterilisasi dari
ruangan LAF, Enkas, dan ruangan lampu UV ?
C. Maksud Praktikum
Adapun
maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara-cara uji
sterilisasi ruangan.
D. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk menentukan sterilitas ruang yag disterilkan dengan
menggunakan LAF, Enkas , dan Lapu UV.
E. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat
mengetahui bagaimana cara mensterilkan suatu ruangan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Sterilisasi adalah proses yang
dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril
adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan
penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril
adalah istilah yang mempunyai konotasi relatif, dan kemungkinan mnciptakan
kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi
kinetis angka kematian mikroba. Oleh karena itu sterilitas dalam arti mutlak
belum dapat diciptakan, tetapi lebih mungkin berhasil bila proses sterilisasi ini
terus mengalami peningkatan ( Lachman, 1994).
Steril menunjukkan kondisi
yang memungkinkan terciptanya kebebasan penuh dari mikroorganisme dengan
keterbatasan. Istilah aseptis menunjukkan proses atau kondisi terkendali dimana
tingkat kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu, dimana
mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk. Aseptis menunjukkan keadaan
steril yang tampak. Semua proses sterilisasi (termal, kimiawi, radiasi,
filtrasi) dirancang untuk menghancurkan atau mengurangi bahan pencemar
mikrobiologis yang ada dalam suatu produk ( Lachman , 1994).
Organisme dapat dihilangkan
dengan agen antimikroba dengan aturan yang sama mengenai angka kematian jika
20% organisme dalam menit pertama, 20% sisa yang hidup akan mati dalam menit kedua,
dan seterusnya. Jika dengan temperatur yang berbeda 30% mati dalam menit
pertama, 30% ada sisanya akan mati dalam menit kedua, dan seterusnya. Dari
observasi yang dilakukan dapat didefinisikan bahwa organisme yang mati
memeberikan selang waktu (Jacquelyn, 1999).
Ruangan steril adalah keadaan
ruangan yang bebas dari semua bentuk kehidupan bakteri yang patogen maupun yang
nonpatogen termasuk sporanya. Untuk memperoleh ruangan steril dibutuhkan
cara-cara tertentu di dalam proses pengendaliannya. Ruangan steril sangat
penting dalam bidang kesehatan, seperti ruangan steril untuk bedah, ruangan
pasca operasi, ruangan industri farmasi khususnya ruangan produk sediaan
steril, dan lain-lain. Ruangan dan peralatan industri farmasi tersebut dibutuhkan
pengujian sterilitas yang baku, dalam pengujian tersebut dibutuhkan alat dan
media yang khusus (Anonim, 2012).
Sterilisasi dapat dlakukan
dengan tiga cara yaitu,1) sterlisasi basah dengan menggunakan uap atau air
panas, 2) sterlisasi kering alam tanur, dan 3) Pembakaran total (incineration).
Berdasarkan pada ketiga cara tersebut, sterlisasi dapat dibagi dalam : (Irianto,
2006)
1.
Sterlisasi Kering
Sterlisasi kering dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Pemijaran
Pemijaran diterapkan pada ose ujung-ujung pinset, dan sudip
(spatula) logam.
- Jilatan api
Jilatan api diterapkan terhadap
skalpel, jarum, mulut tabung biakan, kaca ojek, dan kac penutup.Benda-beda ini
dijilatkan pada api bunsen tanpa membiarkannya memijar. Dapat juga dilakukan
dengan mencelupkannya ke dalam spiritus bakar, kemudian dibakar, tetapi cara
ini tidak meghasilkan suhu yang cukup tinggi untuk sterilisasi. Cara ini sering
diterapkan terhdap permukaan baskom dan mortir.
- Tanur Uap Panas ( Hot-Air Oven)
Sebagian besar sterilisasi
kering dilakukan dengan alat ini. Biasanya digunakan suuhu 160-165oC
selama 1 jam. Cra ini baik dilakukan terhadap alat-alat kering terbuat dari
kaca, seperti tabung reaksi, pinggan petri, labu, pipet, pinset, kalpel,
gunting, kapas hapus tenggorok, alat suntik dari kaca. Juga diterapkan terhadap
bahanbahan kering dalam tempat-tempat tertutup, bahan serbuk (talk, dermatol),
lemak, minyak. Penyusupan panas kedlam bahan-bahan ini berjalan lambat sekali,
karena itu harus disterilkan dalam jumlah sedikit dan dalam lapisan tipis,
tidak lebih dari 0,5 cm dalam pinggan petri. Kadang-kadang dilakukan
sterilisasi pada suhu 170oC selama 2 jam.
2.
Sterilisasi Basah
Sterilisasi basah dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Penggolongan dalam air
Cara ini cukup untuk mematikan
mikroorganisme yang tidak berspora. Memang ada spora yang tidak tahan
penggodogan, tetapi endospora dari famili Bacillacea
ada yang tahan penggodogan selama 1-3 jam. Efek pensterilan dengan penggodogan
dapat diperbaiki dengan penambahan 2% natrium karbonat.
- Uap mengalir
Uap mengalir bebas digunakan
dalam tempat yang tidak tertutup rapat yang dapat menahan uap itu tanpa
tekanan.Air mendidih dan uap bebas tidak pernah mencapai suhu lebih dari 100oC
(212oF). Uap bebas ini kadang-kadang digunakan untuk melakukan
sterilisasi bertingkat atau tindalisasi. Cara ini menghasilkan keadaan steril
yang tidak dapat dicapai penggodogan 1 jam, karena spora yang resisten dengan
penggodogan ini tetap berada dalam
keadaan nonaktif. Keuntungan penggunaan cara ini ialah tidak membutuhkan alat
khusus. Kerugiannya ialah memakan waktu lama dan dalam beberapa cairan seperti
air, spora-spora tidak akan segera mengadakan germinasi tumbuhan dalam keadaan
kontak dengan oksigen atmosfer. Cara ini diterapkannatara lain untuk media gelatin,
susu, da karbohidrat Bila dipakai suhu yang tinggi atau waktu yang lebih lama,
maka bahan-bahan ini akan mengalami hidrolisis.
- Uap dalam Tekanan
Pensterilan dengan uap dalam
tekanan dilakukan dalam outoklaf. Dalam outoklaf ini uap berada dalam keadaan
jenuh , dan peningkatan tekanan mengakibatkan suhu yang tercapai menjai lebih
tinggi, yaitu dibawah tekanan 15 ib (2 atmosfer). Suhu dapat meningkat sampai
121oC. Bila uap itu dicampur dengan udara yang sama banyak, pada
tekanan yang sama, maka suhu yang tercapai hanya 110oC. Itu sebabnya
ufdara dalam outoklaf harus dikeluarkan sampai habis untuk memperoleh suhu yang
diinginkan (121oC). Dalam suhu tersebutsemua mikroorganisme, baik
vegetatif maupun spora dapat dimusnahkan dalam waktu yang tidak lama, yaitu
sekitar 15-20 menit.
Untuk mengkarakteristikkan
tingkat kemurniaan dari daerah kerja dan produksi digunakan kandungan partikel
dan kuman di udara. Secara internasinal telah dikenal adanya tiga kelas ruang
bersih. Identitas kelas 100 dan sebagainya mengacu kepada konsentrasi partikel
per kubik kaki ( 1 kubik kaki =0,28 m3).Untuk membuat obat yang
dituntut sterilitasnya, diperlukan kriteria kelas ruang 100 ( Voihgt, 1994 ).
Untuk bekerja dalam lingkup
yang kecil disarankan meggunakan kamar staril (boks steril, kapel steril). Ukuran
dan konstrulas atau pleksigelas lebar ini menjamin kondisi yang kedap udara,
sehingga tidak ada mikroorganisme dari ruang kerja yang dapat masuk ke dalam
kamar. Dibagian depannya, mereka memiliki dua lubang, yang dipasangi manset
atau sraung tangan karet kedap kuman
secara permanen. Dengan bantuan sarung tangan tersebut bagian dalam boks dapat
diraih sehingga kerja aseptik yang diperlukan dapat dilakukan. Melalui bagian sisi atau atas yang dapat dibuka. Alat-alat
yang akan digunakan bekerja dan telah disterilkan esbelumnya (timbangan,
mortir, corong sendok, dan lain-lai) serta obat dan bahan pembantuyang akan
diracik, dimasukkan ke dalam boks, setelah ruangan disemprot dengan bahan
desinfeksi ( Voihgt, 1994 ).
Ruang pembuatan aseptik (yang
dinamakan pusat steril), yang harus ada dalam apotek rumah sakit, klinik, serta
perlengkapan pusat farmasi, medukung daerah produksi aseptic melalui
ruang-ruang persiapan imana wadah, alat kerja dan material yang diperlukan
untuk pembungkusan sediaan obat secara aseptik, dicuci dan dibersihkan. Ruang
semacam itu harus bersifat sedemikian rupa, sehingga menjamin pembersihan
secara mudah (dinding regei, langit-langit dapat dicuci, lantainya mudah
disikat). Ruang tersebut juga harus memiliki instalasi air pans dan dingin,
pencuci, meja kerja, meja yang dapat
beregerak, serta ventilor, yang berfungsi untuk menghilangkan uap air (Voihgt, 1994).
Prinsip pengujian sterilitas
adalah pertumbuhan mikroorganisme pada media tertentu yang diinokulasi dan diinkubasi
pada suhu tertentu. Cara pegujian sterilisasi sediaan farmasi Steril : (Djide,
2006)
1.
Menurut farmakope Indonesia
edisi III
Pada pengujian tersebut
digunakan medium pembenihan yang telah
memenuhi syarat efektifitas dan fertilitas medium. Pada pengujian ini disiapkan
2 tabung reaksi yang berisi medium
ticglikolat yang telah memenuhi syarat tersebut. Zat akan diuji dimasukkan ke
dalam medium tersebut dan diinkubasi pada suhu 30-32oC selama tidak
kurang dari 7 hari. Selanjutnya pada tabung reaksi yang lainnya disiapkan pula
2 tabung reaksi yang berisi mediumkosamino atau tripticase Soy Broth(TSB),
dilakukan seperti diatas, da diinkubasi pada suu 22-25oB selama
tidak kurang dari 2 hari.
Hasil dinyatakan memenuhi
syarat bila tidak ada pertumbuhan mikrorrganisme dalam tabung tersebut diatas
yang ditandai dengan mediumnya tidak menjadi keruh.
2.
Pengujian Sterilitas Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995
Pada pengujian ini terdiri
atas :
·
Pengujian secara langsung ke
dalam medium uji.
Hal ini dilaukan terhadap
sediaan berupa cairan, salep dan minyak/lemak yang tidak larut dalam isopropil
miristat, zat padatan, kapas murni perban, pembalut, benang bedah, dan bahan
sejenisnya, alat kesehatan steril dan alat suntik kosong atau terisi steril.
·
Teknik penyaringan membran
Hal ini dilakukan untuk
sediaan-sediaan berupa cairan yang dapat bercampur dengan pembawa air (kurang
dari 100m, perwadahan), zat padat yang dapat disaring, salep dan minyak yang
larut dalam isopropil miristat, zat padat tidak dapat disaring, alat kesehatan.
B. Uraian Bahan
1.
Alkohol ( Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim :
Etanol, Alkohol
BM/RM :
46,07 / C2H5OH
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap,
bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang idak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai desinfektan
2.
Aquadest (Ditjen POM ,1979)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Aquades, air suling
Rumus molekul/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak
berbau, tidak berasa dan tidak mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan
tubuh.
Penyimpanan :
Dalam wadah trtutup baik
Kegunaan : Sebagai bahan pengencer
3. Pepton (Ditjen POM.
1979)
Pemerian : Serbuk; kuning kemerahan sampai coklat; bau
khas tidak busuk.
Kelarutan : Larut dalam air;
memberikan larutan berwarna coklat kekuningan yang bereaksi agak asam; praktis
tidak larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter P.
Kegunaan : Sebagai komposisi medium.
4.
Agar
(Ditjen POM. 1979 )
Nama resmi : Agar
Nama lain : Agar-agar
Pemerian : Berkas potongan memanjang, tipis seperti
selaput dan berlekatan, atau berbentuk keeping, serpih atau butiran; jingga
lemah kekuningan, rasa berlendir; jika lembab liat; jika kering rapuh.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam
air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai komposisi medium.
5.
Ekstrak
daging sapi (Ditjen POM,1995 )
Kaldu
daging sapi konsentrat diperoleh dengan mengekstraksi daging sapi segar tanpa
lemak, dengan cara merebus dalam air dan menguapkan kaldu pada suhu rendah
dalam hampa udara sampai terbentuk residu kental berbentuk pasta.
Pemerian :
Massa berbentuk pasta, berwarna coklat kekuningan sampai coklat tua, bau dan
rasa seperti daging, sedikit asam.
Penyimpanan : Wadah tidak tembus cahaya, tertutup rapat.
6.
Dekstrosa
(Ditjen POM.1995)
Nama resmi : Dextrosum
Nama lain : Dekstrosa, Glukosa
RM/BM : C6H12O6 /
180,16
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau
serbuk granul putih; tidak berbau; rasa manis.
Kelarutan :
Mudah larut dalam air; sangat mudah larut dalam air mendidih; larut dalam
etanol mendidih; sukar larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagian komposisi medium
C.
Prosedur Kerja
A.
Menyiapkan Media (anonym, 2012)
1.
Disiapkan
medium NA sebanyak yang dibutuhkan, kemudian disterilkan pada suhu 121oC
selama 15 menit.
2.
Medium
yang telah steril dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak yang dibutuhkkan
sejumla 15-20mL/cawan petri. Kemudian diinkubasi dalam incubator selama 24 jam
suhu 37oC.
3.
Dilakukan
pengamatan, nedia yang tidak ditumbuhi mikroba disiapkan sebagai media uji.
B.
Pengujian Sterilisasi Ruangan (LAF, Enkas, Dan Ruang Lampu UV)
I.
Pengujian
awal Ruangan
1.
Disiapkan
ruangan yang akan diuji kesterilannyatanpa penyemprotan desinfektan terlebih
dahulu.
2.
Diletakkan
masing-masing satu cawan petri uji pada bagian tengah dan sudut ruangan uji,
kemudian di buka 1/3 bagian cawan petri uji, dibiarkan selama 15 menit.
3.
Selanjutnya
cawan petri ditutup, kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama
24-48 jam dengan posisi terbalik.
4.
Dilakukan
pengamatan ada tidaknya kontaminasi mikroba di ruangan uji.
II.
Pengujian
Akhir Ruangan
1.
Sebelum
dilakukan pengujian, terlebih dahulu ruangan uji disemprot dengan
desinfektansia, dibiarkan selama 15 menit.
2.
Diletakkan
masing-masing satu cawan petri uji pada bagian tengah dan tiap sudut ruangan
uji, kemudian dibuka 1/3 bagian dari cawan petri uji, dibiarkan selama 15
menit.
3.
Selanjutnya
cawan petri ditutup, kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama
24-49 jam dengan posisi terbalik.
4.
Dilakukan pengamatan ada tidaknya kontaminasi mikroba
di ruangan uji.
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
- Alat yang Dipakai
Adapun alat yang di pakai adalah Cawan Petri,
enkas, erlenmeyer, hand spray, inkubator, Korek api, laminary Air Flow (LAF),
lampu Spiritus, lampu UV, Spoit 10 mL,
stop watch
- Bahan yang
Digunakan
Adapun bahan yang digunakan Etanol, medium NA (Nutrient
Agar), medium PDA (Potato Dextrosa Agar).
- Cara Kerja
1.
Penyiapan
Medium
a. Medium NA
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan beserta medium NA sebanyak yang dibutuhkan,
kemudian disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Medium yang
telah disterilkan dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak 10 mL.
Kemudian dibiarkan memadat selama 15
menit.
b. Medium PDA
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan beserta medium PDA sebanyak yang dibutuhkan.
Kemudian disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Medium yang
telah disterilkan dituang ke dalam cawan petri steril sebanyak 10 mL. Setelah
itu dibiarkan memadat selama 15 menit.
2. Penyiapan ruangan steril
a. LAF
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian disemprot LAF dengan etanol. Kemudian dinyalakan dan dibiarkan selama +
15 menit.
b.
Lampu UV
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian disemprot Lampu UV dengan etanol.
Setelah itu dinyalakan dan dibiarkan selama + 15 menit.
c.
Enkas
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Enkas disemprot dengan etanol, kemudian dibiarkan selama + 15 menit.
3.
Uji sterilisasi ruangan
a.
LAF
Diletakkan cawan petri yang
berisi medium NA dan PDA dalam LAF selama + 15 menit. Tutup cawan petri
dibuka 1/3 bagian. Setelah + 15 menit tutup cawan petri ditutup kembali
kemudian diinkubasi. Untuk cawan petri yang berisi medium NA diinkubasi pada
cuhu 37 0C selama 1 x 24 jam dan untuk cawan petri yang berisi PDA
diinkubasi pada suhu kamar selama 3 x 24 jam. Kemudian diamati dan dihitung
jumlah koloni yang tumbuh.
b.
Lampu UV
Diletakkan cawan petri yang
berisi medium NA dan PDA dalam Lampu UV selama + 15 menit. Tutup cawan
Petri dibuka 1/3 bagian. Setelah + 15 menit tutup cawan petri ditutup
kembali kemudian diinkubasi. Untuk cawan petri yang berisi medium NA diinkubasi
pada cuhu 37 0C selama 1 x 24 jam dan untuk cawan petri yang berisi
PDA diinkubasi pada suhu kamar selama 3 x 24 jam. Kemudian diamati dan dihitung
jumlah koloni yang tumbuh.
c.
Enkas
Diletakkan cawan petri yang
berisi medium NA dan PDA dalam Enkas
selama + 15 menit. Tutup cawan Petri dibuka 1/3 bagian. Setelah +
15 menit tutup cawan petri ditutup kembali kemudian diinkubasi. Untuk cawan
petri yang berisi medium NA diinkubasi pada cuhu 37 0C selama 1 x 24
jam dan untuk cawan petri yang berisi PDA diinkubasi pada suhu kamar selama 3 x
24 jam. Kemudian diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
1.
Tabel Pengamatan
KELOMPOK
|
JUMLAH KOLONI
|
|||||
ENKAS
|
LAF
|
LAMPU
UV
|
||||
NA
|
PDA
|
NA
|
PDA
|
NA
|
PDA
|
|
I
|
6
|
3
|
-
|
1
|
2
|
1
|
II
|
3
|
3
|
-
|
1
|
2
|
2
|
III
|
11
|
-
|
3
|
2
|
4
|
2
|
IV
|
12
|
3
|
2
|
-
|
5
|
2
|
- Pembahasan
Sterilisasi adalah proses yang
dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Tujuan dari praktikun ini adalah
untuk menentukan sterilitas ruangan yang disterilkan dengan menggunakan lampu
UV, LAF, dan Enkas. Ruangan steril adalah keadaan ruangan yang bebas dari semua
bentuk kehidupan bakteri yang patogen maupun yang nonpatogen termasuk sporanya.
Untuk memperoleh ruangan steril dibutuhkan cara-cara tertentu di dalam proses
pengendaliannya. Sterilitas ruangan sangat penting dalam dunia kesehatan. Ruang
yang steril menjamin kontaminasi yang minimal terhadap mikroorganisme. Pada
dasarnya suatu mikroba dapat menyebabkan masalah atau gangguan walaupun tidak
bisa diabaikan bahwa ada juga mikroorganisme yang berguna bagi kehidupan
manusia.
Steril dalam mikrobiologi ialah semua proses untuk
mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda.
Sedangkan Sterilisasi adalah proses menghancurkan semua bentuk kehidupan.
Dipandang dari segi mikrobiologi, sterilitas artinya bebas dari mikroorganisme
hidup. Mikroorganisme dapat dihambat atau dimatikan dengan menggunakan alat
atau proses tertentu atau dengan menggunakan bahan kimia.
Laminary Air Flow (LAF) adalah
alat yang mengatur pergerakan udara di mana udara yang berisi mikroba akan di
tarik keluar dengan arah tekanan horizontal, sehingga setiap mikroba yang
berada dalam ruang tersebut tidak dapat bertahan lama karena akan terus di
tarik keluar. LAF ini dilengkapi saringan sehingga mikroba yang telah keluar
tidak akan dapat kembali lagi. Prinsip kerja dari LAF dimana pada
system ini udara tersaring melalui suatu penyaring dimana bahan melayang
melalui suatu kapasitas yang tinggi nyaris bebas mikroorganisme dalam aliran
LAF dengan kecepatan yang seragam melalui suatu daerah yang tertutup. Aliran
udara LAF dapat diarahkan vertical, artinya aliran berjalan dari suatu sisi ke
sisi yang terletak dihadapannya ( aliran silang ).
Pada sterilisasi dengan lampu
UV, digunakan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Umumnya cahaya
mempunyai daya merusak sel mikroba yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis.
Sedangkan cahaya dengan panjang gelombang pendek dapat berpengaruh terhadap
jasad hidup. Sinar dengan gelombang panjang juga mempunyai daya fotodinamik dan
daya biofisik, misalnya cahaya matahari. Jika energi radiasi di absorbsi oleh
sel mikroba akan dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel. Ionisasi
molekul tertentu dari protoplasma dapat menyebabkan kematian perubahan genetik
atau dapat pula menghambat pertumbuhan. Perubahan genetik di sini oleh radiasi
ultraviolet dapat menyebabkan kesalahan
dalam replikasi DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik pada sel-sel yang masih
hidup. Lampu UV banyak digunakan untuk mengurangi populasi mikroba di
kamar-kamar bedah di rumah sakit, ruang aseptik untuk pengisian obat-obatan di
industri farmasi, di tempat-tempat pengisian produk steril ke dalam ampul, dan
industri pangan. Namun sinar UV hanya dapat membasmi mikroba pada permukaan
benda saja karena daya tembusnya yang kecil.
Dalam percobaan ini dilakukan
uji sterilisasi ruangan yang meliputi uji sterilisasi pada lampu UV, Laminary
Air Flow (LAF) dan enkas. Lampu UV, enkas dan LAF disterilkan dengan cara
disemprot dengan etanol dan dinyalakan selama + 15 menit. Tujuannya
untuk membunuh semua mikroba yang ada pada tempat itu, karena pada umumnya
mikroba akan mati atau berpindah dari tempat yang di uji sterilitasnya karena
zat kimia, lampu UV ataupun LAF dan media sterilitasator lainnya setelah kurang
lebih 15 menit. Cawan Petri dibuka 1/3 bagian dengan tujuan untuk memberikan
kesempatan kepada mikroba untuk masuk sehingga dapat diamati. Dibiarkan 15
menit karena pada selang waktu tersebut mikroba sudah mampu di isolasi dari
suatu tempat (lingkungan) ke dalam suatu medium.
Penggunaan medium Nutrien Agar (NA) dan Potato
Dextrose Agar (PDA) dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pertumbuhan
bakteri dan jamur/kapang pada ruang
steril tersebut. Medium ini terlebih dahulu diinkubasi selama 1 x 24 jam pada
inkubator bersuhu 37ºC pada medium Na dan selama 3 x 24 jam untuk medium PDA, setelah itu
dilihat pertumbuhan mikrobanya dan jika medium tersebut tidak ditumbuhi bakteri
kemudian dijadikan sebagai medium uji. Hal ini dilakukan karena apabila tidak
diinkubasikan terlebih dahulu maka kemungkinan adanya mikroba berupa spora
bakteri yang belum tampak yang berasal dari lingkungan luar pada waktu pembutan
medium, jadi jika hal ini terjadi maka mikroba yang tumbuh dalam medium NA yang
digunakan untuk menguji sterilitas suatu ruangan bukan berasal dari ruang yang
di uji, sehingga tujuan pengujian tidak berhasil, yaitu untuk menguji apakah
mikroba yang mungkin tumbuh pada medium NA yang dipakai benar-benar berasal
dari ruang yang diuji.
Pada percobaan ini, cawan Petri terlebih dahulu disterilkan, kemudian
pada masing-masing cawan petri dimasukkan medium Nutrient agar (NA) dan medium
Potato dextrosa agar (PDA). Kemudian cawan petri yang berisi medium tadi
dimasukkan ke dalam LAF dan lampu UV yang terlebih dahulu disemprot dengan
alkohol. Selain di LAF dan lampu UV cawan petri dimaasukkan pula dalam enkas
yang telah disemprot fenol 5%. Lalu tutup cawan petri dibuka 1/3 bagian setelah
itu dibiarkan selama 15 menit. Kemudian diinkubasi terbalik, untuk medium
Nutrien Agar (NA) diinkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu kamar dan pada medium
Potato Dextrosa Agar (PDA) diinkubasi 3 x 24 jam pada suhu kamar. Kemudian
dihitung koloni yang tumbuh pada masing-masing medium.
Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil sterilisasi untuk pertumbuhan bakteri, yaitu lampu UV 5 koloni,
LAF 2 koloni, enkas 12 koloni. Jumlah koloni jamur, pada lampu UV terdapat 2 koloni, enkas 3 koloni, sedangkan di LAV tidak
ditumbuhi koloni. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa
sterilisasi ruangan yang paling bagus adalah LAV, karena medium yang di ujikan
dalam LAV di tumbuhi koloni paling sedikit.
Aplikasi uji sterilitas ruangan dalam bidang
farmasi sangat penting pada industry besar pembuatan obat. Ruangan tersebut
harus steril agar obat yang diproduksi tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme
patogen.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Pada medium NA yang terdapat
pada lampu UV menghasilkan 5 koloni
bakteri sedangkan pada medium PDA menghasilkan 2 koloni bakteri.
2.
Pada medium NA yang terdapat
pada LAF menghasilkan 2 koloni bakteri
sedangkan pada medium PDA tidak di tumbuhi koloni bakteri
3.
Pada medium NA yang terdapat pada
enkas menghasilkan 12 koloni bakteri
sedangkan pada medium PDA menghasilkan 3 koloni bakteri.
4.
Ruangan yang paling bagus adalah LAV, karena medium
yang di ujikan dalam LAV di tumbuhi koloni paling sedikit.
B. Saran
Sebaiknya disiapkan satu
enkas lagi untuk praktikum ini, agar pada saat percobaan ini, kita dapat
menyemprot enkas dengan alkohol atau zat
kimia lain, sehingga kita dapat melihat
dan mengamati perbedaan pertumbuhan
jamurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012. “ Penuntun Mikrobiologi Farmasi Terapan” .Fakultas
Farmasi Universitas Muslim Indonesia :Makassar.
Black, Jacquelyn g. 1999. “ Microbiology principles and
Explorations”.Upper saddle : Newjersey.
Ditjen
POM.1979 . “Farmakope Indonesia Edisi
III’’ Depkes RI: Jakarta.
Djide, M. Natsir. 2006. “Mikrobiologi
Farmasi Dasar”. Universitas Hasanuddin : Makassar .
Lachman, Leon. 1994. ”teori
dan Praktek Farmasi Industri”. UI-Press. Jakarta.
Irianto.2006. “Mikrobiologi
Menguak Dunia Mikroorganisme”. CV Yrama Widya: Jakarta.
Voight, R., 1994.”
Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi ,
Edisi Ke-5”, Terjemahan Soendani Noerono, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar