Senin, 06 Mei 2013

Uji Sensitifitas Antibiotik


BAB I
                                                    PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Antibiotik maupun jenis-jenis antimikroba lainnya telah umum dikenal dikalangan masyarakat kita. Penggunaan dari antibiotik dan antimikroba inipun telah meningkat, seiring dengan bermunculannya berbagai jenis infeksi yang kemungkinan ditimbulkan oleh jenis bakteri baru ataupun virus baru. Kenyataannya adalah bahwa penggunaanya dikalangan awam seringkali disalah artikan atau disalah gunakan, dalam artian seringkali penatalaksanaan dalam menangani suatu jenis infeksi yang tidak tepat, yang berupa pemakaian antibiotik dengan dosis dan lama terapi atau penggunaan yang tidak tepat, karena kurangnya pemahaman mengenai antibiotik ini sendiri. Hal ini pulalah yang kemudian hari merupakan penyebab utama dari timbulnya resistensi dari obat-obat antibiotik maupun antimikroba terhadap jenis bakteri tertentu.
Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena kemampuan obat tersebut membunuh mikroorganisme yang menginvasi penjamu tanpa merusak sel.
Dalam percobaan ini akan dilakukan uji sensitifitas, yang merupakan suatu teknik untuk menetapkan sensitifitas suatu antibiotika dengan mengukur efek senyawa tersebut pada pertumbuhan suatu mikroorganisme, yaitu seberapa besar hambatan pertumbuhan yang dapat dilakukan oleh antibiotik dan untuk mengetahui apakah suatu antibiotik dapat membunuh jenis mikroba  berspektrum luas atau hanya dapat membunuh satu jenis mikroba yang disebut spektrum sempit, karena hanya beberapa penyakit yang tidak cocok dengan antibiotik dan terhadap penyakit yang fatal, serta berhubungan dengan waktu inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba lain. Alasan penggunaan beberapa macam antibiotik yaitu untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba, antibiotic mana yang telah resisten dan antibiotic mana yang betul-betul cocok untuk suatu jenis mikroba.
Pada percobaan ini dilakukan suatu uji beberapa antibiotik terhadap serum penyakit tifus . Pada percobaan ini akan dibandingkan antibiotik mana yang paling sensitiv.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari praktikum inin adalah apakah  antibiotik yang digunakan pada penyakit tifus sensitiv?
                                               C. Maksud Praktikum                                             
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk melakukan pengujian sensitifitas antibiotic terhadap penyakit tifus.
D. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan  ini yaitu untuk menentukan sensitivitas sampel serum penyakit tifus terhadap antibiotik Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®, Ciprolksacin®, dan Kloramfenikol®.
E. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah Mengetahui dan memahami antibiotic mana yang cocok untuk penyakit tifus.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori umum
Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya metode sintetik, bagaimanapun dihasilkan pada modifikasi dari definisi ini dan antibiotic saat ini megarah pada bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme , atau bahan yang sama (yang diproduksi keseluruhan atau sebagian oleh sintetis kimia), yang dimana ada konsentrasi yang rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (hugo, 2004).
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan mikroorganisme yang membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.Antibiotik banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Namun demikian tidak semua antibiotic dapat digunakan dalam pengobatan penyakit. Sebelum diberikan sebagai pengobatan, sebaiknya ditentukan dahulu antibiotic mana yang paling ampuh untuk mengobati penyakit. Cara yang lazim digunakan untuk engetahui keampuhan antibiotic adalah antibiogram atau uji kepekaan antibiotic terhadap pathogen penyebab penyakit ( Bibiana, 1994).
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum atau kisaran kerja mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan spectrum atau kisaran kerjanya antibiotic dapat dibedakan menjadi antibiotic berspektrum sempi (narrow spectrum) dan antibiotic berspektrum luas ( broad spectrum). Berdasarkan mekanisme aksinya antibiotic dibedaka menjadi lima, yaitu antibiotic dengan mekanisme menghambat sintesis dinding sel, perusakan membrane plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat, dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2007).
Penggunaan antibiotic secara kombinasi ( dua antibiotic yang digunakan secara bersama-sama) dapat saling mempengaruhi kerja dari masing-masing antibiotic. Kombinasi antibiotic tersebut dapat bersifat antagonis, dimana antibiotic yang satu bersifat mengurangi atau meniadakan khasiat antibiotic kedua. Kombinasi antibiotic dapat pula bersifat sinergis, yaitu penggunaan antibiotic secara kombinasi yang menyebabkan timbulnya efek teraupetiknya yang lebih besar dibandingkan bila antibiotic tersebut diberikan secara sendiri-sendiri. (Pratiwi, 2007).
Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu anti mikroba atau antibiotic tertentu. Resisten tersebut dapat berupa resisten alamiah, resisten karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan resisten karena adanya factor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakrosomal) atau resisten karena terjadinya pemindahan gen yang resisten atau factor R atau plasmid R atau plasmid (resisten silang) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat antimikroba, karena mekanisme genetic atau no-genetik (Djide, 2008).
Penyebab terjadiya resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan antibiotic yang tidak tepat, mislanya  penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian  yang tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama, sehingga untuk mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut , maka cara pemakaian antibiotic perlu diperhatikan ( Djide , 2008).
Ada beberapa cara untuk menentukan kekuatan preparat antibiotic. Penentuan ini biasanya dilakukan dalam “Laboratorium pengontrol” dibawah pengawasan instansi pemerintah, misalnya di Amerika dilakukan oleh FDA. Cara-cara penentuan ini biasanya dimuat dalam farmakope dari tiap egara pada pemeriksaan ini semua bahan-bahan yang digunakan, medium pembiakan, organisme uji, alat-alat harus menurut ketentuan yang telah dibakukan. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut  (Irianto, 2006) :
1.       Menghitung daerah penghambatan dalam lempeng agar dapat menghambat pertumbuhan ( Minimal Inhibitory Concentration, MIC)
2.      Penentuan kesensitifan (Sensivity test) dari suatu antibiotic terhadap organism yang belum diketahui. Penentuan ini bisanya dilakukan di laboratorium rumah sakit, dan penting untuk melakukan terapi.


  1. Uraian Bahan
1.     Kotrimoksazole ( ISO, 2010)
Komposisi                         :     Sulfametoksazol dan trimetoprim 200 mg dan 40 mg/5 ml; suspensi 400 mg dan 80 mg/tablet.
Indikasi                            : infeksi saluran kemih, saluran cerna, pernafasan, pengobatan dan pencegahan radang paru-paru pada penedira AIDS
Efeksamping                    : exanthema, stomatitis, dan gangguan lambung-usus, demam, gangguan fungsi hati.
Dosis                                  :      2 dd 2 tablet selama 3-7 hari. Pada tifus 2 dd 3 tablet salam 14 hari
2.      Amoksisilin (Iso farmakoterapi, 2008)
Indikasi                   :     infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis, bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore, profilaksis endokartis dan terapi tambahan pada meningitis listeria
Cara kerja obat        :  Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram negatip yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxicillin antara lain : Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H influenzas, E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin kurang efefktif terhadap species Shigella dan bakteri penghasil beta laktamase.  
Peringatan             :     riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritmetous pada glandular fever, leukimia limfositik kronik dan AIDS
Kontraindikasi       :     hipersensitifitas  terhadap penisilin
Efek samping         :     mual, diare ruam, kadang-kadang terjadi kolitis karena antibiotil
Dosis                        :     oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam
3.      Ciprofloxasin (ISO Farmakoterapi, 2008)
Komposis                :     Tiap tablet salut selaput mengandung : Ciprofloksasin   500 mg
Indikasi                   :     Infeksi saluran kemih, saluran cerna, termasuk demam tifoid dan paratiroid, saluram nafas kecuali pneumonia akibat Streptococcus, infeksi kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi.
Kontraindikasi       :     Hipersensitif terhadap ciprofloxasin dan derivat kinolon yang lain, wanita hamil dan menyusui, anak dan remaja sebelum akhir fase pertumbuhan.
Farmakologi          :     Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.  ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.
Dosis                        :     Infeksi ringan(saluran kemih) :  sehari 2x250 mg
                                       Infeksi berat(saluran kemih)  :  sehari  2x500 mg
                                       Infeksi ringan (saluran nafas) : sehari 2x500 mg
                                       Infeksi berat  (saluran nafas) :   sehari 2x750 mg
                                       Infeksi saluran pencernaan : sehari 2x500 mg
Efek samping         :     Kadang kadang terjadi keluhan saluran pencernaan seperti mual, diare, muntah, dispepsia, sakit perut dan meteorisme
4.     Cloramfenicol kapsul  (ISO Farmakoterapi, 2008)
Indikasi                   :     Infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella thypni, infeksi mata konjungtivitas bakterial
Kontra indikasi      :     Hipersensitifitas atau adanya riwayat reaksi toksisitas terhadap kloramfenikol
Mekanisme Kerja  :     Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein kuman.
Efek samping         :     Gangguan hati dan ginjal, superinfeksi
Dosis                        :     50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam, bayi (<2 minggu):Z5 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam



5.      Cefixime (ISO Farmakoterapi, 2008)
Indikasi                 :    infeksi bakteri gram positif dan gram negatif.
Efek samping      :    Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik, mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, serum sickness, demam, atralgia, anafilaksis, eritema, gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan hikteruscolestatik.
Dosis                          :     Dewasa dan anak-anak diatas 10 tahun; 200-400 mg per hari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Bayi diatas 6 bulan; 8 mg/kg perhari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Bayi 6 bulan – 1 tahun; 75 mg perhari. Anak 1-4 tahun; 100 mg perhari. Anak 5-10 tahun; 200 mg perhari.
D.    Prosedur Praktikum (Djide, 2003)
1.         Penyiapan mikroorganisme uji inokulum
Mikroorganisme uji yang telah terpilih dan sesuai untuk suatu pengujian antibiotic (tabel FI III, 1979) digunakan media no. 1 (FI IV, 1995) diinkubasi pada suhu 35 – 37oC selama 24 jam. Pertumbuhann pada permukaan agar dibilas dengan larutan NaCl fisiologis (0,9) % dan dipindahkan kedalam media yang sama pada botol roux untuk perbanyakan (250 ml). disebarkan dan diinkubasikan pada suhu 35– 37o C selama 24 jam.
2.        Penyiapan media agar (lempeng)
Cawan Petri steril disiapkan sebanyak jumlah replikasi yang dibutuhkan sesuai dengan desian pengujian yang ditetapkan, kedalam media setiap cawan petri dituangi media agar (45o) sebanyak 15 ml sebagai base layer
3.        Uji Sensivitas
Diatas permukaan lapisan dasar (base layer) dituangi 4-5 ml inokulum yang telah disiapkan sebelumnya diratakan, kecuali beberapa antibiotic tertentu volumenya berbeda. Putar cawan Petri untuk menyebar inokulum pada permukaan dan biarkan sampai memadat. Lalu dijatuhkan pencadang sebanyak 6 buah ntuk setiap cawan Petri kepermukaan media tadi dengan ketingian tertentu dan diatur sedemikian rupa, sehingga jaraknya satu sama lain kurang lebih 3 cm dengan sudut 60o.
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A.      Alat Yang Digunakan
Adapun alat yang dipakai adalah Autoklaf, botol pengenceran, cawan petri, incubator, lampu spiritus, mistar, paper disk, pinset, spoit 10 ml, tabung reaksi, ose bulat, vial
B. Bahan yang digunakan
Adapun bahan yang digunakan adalah Air suling, , antibiotik amoksisilin®,Cefixime®, Ciprofloksaxin®, Cotrimoksazole®, kloramfenikol®, kapas, medium NB, medium PCA, dan sampel Serum penyakit tifus.
C.  Cara Kerja
A.    Penyiapan mikroba uji
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan, kemudian diinokulasikan Spesimen serum penyakit tifus ke dalam medium transport yaitu Nutrien Broth, lalu diinkubasi 1 x 24 jam.
B.  Penyiapan antimikroba uji
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan kemudian ditimbang seksama semua semua antibiotic yang diujikan. dilarutkan dalam aquades atau pelarut yang sesuai hingga di peroleh konsentrasi yang diinginkan. Dimasukkan ke dalam masing-masing vial, lalu dimasukkan paper disk
C.     Pengujian sensivitas antimikroba
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan , dimasukkan 10 ml medium PCA ke dalam Vial, kemudian dimasukkan 1 ose spesiemen serum penyakit tifus. setelah itu dituang pada cawan petri yang steril, dihomogenkan dan dibiarkan setengah memadat. Setelah setengah memadat, Kemudian diletakkan piper disk kedalam cawan petri yang sudah dibagi menjadi 5 bagian. Cawan petri diinkubasi dalam incubator selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC. Kemudian diamati dan diukur zona hambatan yang terbentuk.

1.      Tabel Pengamatan

KEL.
ANTIBIOTIK
Diameter Zona Hambatan
I
II
III
Rata-rata
(mm)
I
Ciprofloksazin
22
20
23

21,33

Ampicilin
-
-
-
-

Azitrozit
-
-
-
-

Eritromicin
-
-
-
-

Cefadroxil
-
-
-
-
II

Cefadroxil
45
35
40
40

Eritromicin
15
10
9
11,35

Doxysiklin
40
40
40
40

Tetrasiklin
10
12
13
11,67

Kloramfenikol
15
10
10
11,67
III

Cefixim
-
-
-
-

Amoksisilin
-
-
-
-

Cefadroxil
-
-
-
-

Ciprofloksacin
-
-
-
-

Ampisilin
-
-
-
-
IV
Cotrimoksazol
-
-
-
-
Amoksisilin
-
-
-
-
Cefixim
-
-
-
-
Ciprofloksazin
-
-
-
-
Kloramfenikol
-
-
-
-

A.    Pembahasan
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaraan di sini, yang dimaksud dengan mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam  praktek sehari - hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
Resisten adalah dalam konsentrasi antimikroba yang sangat besar atau dalam konsentrasi berapa pun,ia tidak dapat menghambat ataupun membunuh mikroorganisme.
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik. Atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya metode merupakan standar  untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas antimikroba.
Intermediat adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan sensitive ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Sedangkan resisten adalah suatu keadaan dimana mikroba sudah peka atau sudah kebal terhadap antibiotik.
Uji sensitivitas antibiotik terhadap berbagai macam mikroba dilakukan untuk mengetahui apakah suatu antibiotik dapat membunuh beberapa jenis mikroba atau berspektrum luas atau hanya dapat membunuh satu jenis mikroba saja yang disebut berspektrum sempit. Karena adanya beberapa penyakit yang tidak cocok dengan antibiotik terhadap penyakit yang fatal, serta berhubungan dengan waktu inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba.
Ada tiga metode utama tes sensitivitas antimikroba atau antibiotic yaitu Broth Dilution (pengenceran medium), Agar Dilution (pengenceran agar), Agar diffusion (difusi agar/disc difusion). Dan dalam percobaan ini yang dilakukan adalah menggunakan metode agar difusion dimana metode ini didasarkan pada difusi antibiotic dari paper disk yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona yang disekeliling peper disk yang berisi larutan antibniotik.
Pada percobaan ini, uji sensitivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar. Karena selain pengerjaan di laboratorium mudah,tidak rumit,peralatan yang di gunakan juga lebih sederhana. Selain itu pengerjaan dengan metode difusi agar sudah sering dilakukan dan mudah untuk mengamati daya hambat pertumbuahan mikroba oleh suatu antibiotic. Digunakan medium PCA karena PCA merupakan medium yang baik untuk semua jenis mikroba karena di dalamnya mengandung komposisi casein enzymic hydrolisate yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya serta ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks.
Pada percobaan ini digunakan serum penyakit tifus dengan tujuan untuk mengetahui mikroba yang terdapat dalam serum tersebut sensitiv terhadap antibiotik mana dan resisten terhadap antibioik apa dari 5 antibiotik yang digunakan. Tifus adalah Dimana penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dapat oleh makan dan / atau minum makanan dan air yang terkontaminasi. Bakteri yang ditumpahkan oleh orang yang terinfeksi serta orang-orang yang pembawa melalui tinja mereka. Tinja yang terinfeksi itu menemukan jalan ke dalam makanan dan air minum dan dengan demikian mencemari mereka dengan bakteri. Ketika ini makanan atau air yang tertelan oleh seseorang, ia mendapat tifus.
antibiotik  yang digunakan adalah Kloramfenikol®, Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®, Ciprolksacin®.
Ciprofloksasin termasuk ke dalam antibiotik yang berspektrum luas, artinya antibiotik ini dapat membunuh bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif. Ciprofloksacin bekerja sebagai bakterisidal dengan menghambat replikasi DNA dari bakteri melelui pengikatan pada enzim DNA girase, yaitu enzim yang penting untuk memisahkan DNA yang sudah bereplikasi sehingga menyebabkan pemutusan rantai ganda pada kromosom bakteri. Atau dengan kata lain, ciprofloksasin berfungsi menghambat pembelahan sel.
Amoxicilin merupakan antibiotika golongan penisilin, yang menghambat sensitivitas dinding sel mikroba. Dengan mekanisme menghambat reaksi dalam proses sintesis dinding sel sehingga tekanan osmotis dalam sel kuman lebih tinggi dari pada diluar sel maka terjadi lisis sel.
Cefixime adalah sefalosforin semi-sintetik generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral. Selain cefixime, keluarga sefalosporin lain diantaranya sefaleksin, cefaclor, cefuroxime, cefpodoxime, cefprozil dan lain-lain. Mekanisme kerja sefalosporin yaitu dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri, sehingga tanpa dinding sel, bakteri akan mati. Cefixime tahan terhadap hidrolisa berbagai macam enzim betalaktamase yang dihasilkan bakteri. Beberapa bakteri yang peka terhadap cefixime yaitu Staphylococcus aureus , Streptococcus pneumoniae , Streptococcus pyogenes (penyebab radang tenggorokan ), Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, E. coli , Klebsiella , Proteus mirabilis, Salmonella , Shigella , dan Neisseria gonorrhoeae.
Cotrimoxazole merupakan antibiotik sulfonamide kombinasi dari sulfamethoxazole dan trimethoprime. Antibiotik ini memiliki spektrum kerja yang luas, dan daya antibakteri trimetophrim sekitar 20-100 kali lebih kuat dibandingkan sulfamethoxazole. Mekanisme kerja cotrimoxazole adalah dengan menghambat reaksi enzimatik pembentukan asam tetrahidrofolat. Dimana Sulfonamid atau sulfamethoxazole menghambat masuknya molekul PABA (p-amibobenzoic acid) ke dalam molekul asam folat. Dan trimethoprim menghambat reaksi reduksi dari asam dihidrofolat menjadi asam
Kloramfenikol merupakan antibiotik spectrum luas yang mekanisme kerjanya menghambat sistesis portein pada bakteri dan dalam jumlah terbatas,  pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri, kemungkinan melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom 50 S secara reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat secara kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan kodon ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang mengandung asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S. interkasi antara pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak dapat terjadi, sehingga pembentukan ikatan peptide terhambat.
Parameter tingkat sensitivitas suatu antimikroba berdasarkan luas zona hambatan, jika suatu antimikroba memiliki zona hambatan yang paling luas maka antimikroba tersebut dinyatakan paling sensitive terhadap bakteri yang diuji artinya antimikroba ini paling efektif digunakan untuk pengobatan jika terinfeksi bakteri uji tersebut.
Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat dilihat bahwa antibiotik Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®, Ciprolksacin®, dan Kloramfenikol® resisten terhadap sampel serum penyakit tifus karna tidak ada zona hambat yang terbentuk.
BAB VI
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat dilihat bahwa antibiotik Cotrimoksazolel® , Amoxicillin®, Cefixime®, Ciprolksacin®, dan Kloramfenikol® resisten terhadap sampel serum penyakit tifus karna tidak ada zona hambat yang terbentuk.
B.     Saran
Sebaiknya dilakukan percobaan untuk antibiotic lain sebagai pembanding.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.  “Tuntutan Praktikum Mikrobiologi farmasi Dasar”. UMI: Maksaar.
Bibiana, W, Lay.1994.”Analisis Mikrobiologi di Laboratorium”.PT.Raya Grafindo Persada: Jakarta.
Djide M, Natsir.2008.“Dasar-dasar Mikrobiologi”.Universitas Hasanuddin:Makassar. 
Ganiswara, S, G.2001. Farmakologi dan Terapi”.Universitas Indonesia:Jakarta.
Irianto.2006. “mikrobiologi menguak dunia mikroorganisme”,  Yrama Widya:Jakarta.
Pratiwi, 2007, “Mikrobiologi Farmasi”. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Tjay, H, T, & Rahardja, K.2001. “Obat-obat Penting, Edisi V, PT Elex Media Komputindo:Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar