BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kloroform merupakan
obat anastetik tertua, berupa cairan tak berwarna atau biru muda (tambahan zat
warna untuk mempermudah identifikasi), juga tidak dapat menyala atau eksplosif.
Proses pembuatan
kloroform, bromoform, iodoform, sangat mudah terjadi, pembentukan senyawa ini
merupakan reaksi haloform yaitu dari senyawa-senyawa halogen. Proses sintesa
kloroform dapat pula menggunakan aseton dengan serbuk yang berupa natrium
hipklori, proses ini juga mengakibatkan etil alcohol.
Cara sintesis dan
pembuatan kloroform juga perlu dipelajari mengingat hingga kini kloroform masih
digunakan sebagai anastesi untuk hewan. Selain itu saat ini kloroform juga
dapat digunakan untuk mengisolasi zat-zat tertentu dalam tumbuhan.
Kloroform sangat
bersifat hepatotoksik yang dapat merusak hati. Akan tetapi kloroform ini sudah
sangat jarang digunakan karena dapat dengan mudah teroksidasi di bawah udara
dan cahaya menjadi fosgen yang sangat berbahaya.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dari praktikum ini yaitu bagaimana cara mensintesis kloroform ?
C. Maksud Praktikum
Adapun maksud dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara mensistesis kloroform
dengan alcohol atau aseton dengan kapur klor.
D.
Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
:
1. Mensistesis
kloroform dari kapur klor dengan aseton dan menghitung rendamennya.
2. Mensintesis
kloroform dari kapur klor dengan alcohol dan menghitung rendamennya.
E. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa
dapat mengetahui cara sintesis kloroform dari kapur klor dengan aseton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Brom dan klor
bereaksi dengan metil keton menghasilkan masing-masing bromoform (CHBr3)
dan kloroform (CHCl3). Istilah umum untuk menyebut CHX3
ialah “haloform”, maka reaksi ini sering disebut sebagai reaksi haloform.
Karena bromoform merupakan cairan yang tidak mencolok, maka pembentukannya tak
berguna untuk maksud uji. Namun reaksi antara suatu metil keton dengan setiap
halogen tersebut membentuk suatu metode pengubahan metol keton ini menjadi asam
karboksilat (Fesenden, 1998).
Reaksi alkana dengan
halogen dinamakan halogenasi. Reaksi eksotermik antara gas klor dengan alkena
hanya berlangsung pada suhu tinggi dan bantuan sinar. Sedangkan pada suhu
rendah atau tanpa sinar, maka reaksi tidak berlangsung (Svehla, 1979).
R
– H + Cl2 R – Cl + HCl
Reaksi di atas
dinamakan reaksi klorinasi, apabila yang digunakan adalah gas brom maka
reaksinya dinamakan brominasi alkane. Apabila halogen yang ditambahkan, maka
reaksi akan terus berlanjut membentuk spesies-spesies yang banyak mengandung
halogen tersebut. Sebagai contoh dapat diperhatikan proses reaksi klorinasi
metana dengan menggunakan gas klor yang berlebih, dapat dihasilkan metilen
klorida, kloroform atau karbon tetra klorida (Svehla, 1979).
CHCl3 + Cl2 CH2Cl2
+ HCl
CH2Cl2 + Cl2 CHCl3 + HCl
CHCl3 + Cl2 CCl4
Kloroform
merupakan obat anastetik tertua, berupa cairan dengan bau spesifik, rasanya
kemanis-manisan pedas, tak dapat terbakar atau eksplosif. Khasiat anastetiknya
amat kuat. Tetapi karena terlalu toksik bagi hati dan jantung kini kloroform
hamper tidak digunakan lagi (Keena, 1999).
Selain
itu kloroform juga mudah berubah menjadi fosgen yang sangat toksik yang terjadi
di bawah pengaruh cahaya dan oksigen yang terjadi dengan pembentukan dietil
karbonat (Riawan, 1990).
2
CHCl3 + O2 2 COCl2 +
HCl
Dalam penyimpanannya
dapat diberikan stabilisator alcohol yang akan bereaksi :
COCl2
+ 2 C2H5OH 2(C2H5OH)
+ 2 HCl
Kloroform dibuat dari
alkohol dengan kapur klor (bleaching powder, Ca(OCl)Cl (Calsium chloro
hypochlorite) melalui tiga tingkatan reaksi :
1. Oksidasi
oleh halogen
2. Klorinasi
dari hasil oksidasi
3. Hidrolisa
alkalis dari senyawa yang baru terbentuk
Kloroform merupakan
senyawa hepatotoksik. Mekanisme kerjanya adalah melalui metabolit reaktifnya,
radikal triklorometil yang secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak
jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid. Membran sub sel sangat kaya akan lipid
seperti itu, akibatnya bersifat sangat rentan. Perubahan kimia dalam membran
dapat menyebabkan pecahnya membran itu (Mycek, 1991).
Namun Recnagel
mengemukakan bahwa peroksidasi lipid mikrosom mungkin menyebabkan penekanan
pada pompa Ca2+ mikrosom yang mengakibatkan gangguan awal
honeostatis Ca2+ sel hati.Keadaan ini dapat menyebabkan kematian sel
hati (Mycek, 1991).
Yang terutama toksik
adalah senyawa yang dapat membentuk radikal bebas misalnya karbon tetraklorida,
tetraklorometana atau dikloroetana. Toksisitas kemungkinan besar terutama
disebabkan oleh reaksi radikal dengan banyak asam lemak tak jenuh. Di samping
terbentuk hidrokarbon terhalogenasi dengan satu atom halogen yang lebih sedikit
(misaknya dari karbon teraklorida terbentuk kloroform) maka terbentuk pula
radikal asam lemak dengan ikatan rangkap terkonjugasi. Dengan masuknya oksigen
akan terbentuk peroksidasi atau hidroperoksida (Tjay, 1995).
Dalam reaksi redoks
selalu harus ada oksidator dan reduktor bersam-sama sebab bila salah satu
bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus ada yang
menangkap elektron itu (turun bilangan oksidasinya). Jadi tidak mungkin ada
oksidator saja ataupun hanya reduktor saja. Dengan kata lain, dalam reaksi
redoks pasti ditemukan unsur yang naik BO dan unsur lain yang turun BO pada
waktu yang bersamaan. Dalam reaksi disproporsionasi kedua unsur tersebut sama,
bahkan mempunyai BO sama pula, akan tetapi disatu pihak mengalami kenaikan BO,
dilain pihak secara bersamaan juga mengalami penurunan BO (Tim Dosen TPB,
2002).
Semua unsur dalam
keadaan tidak stabil kecuali gas mulia, karena unsur-unsur tersebut berproses
untuk mencapai keadaan yang stabil sebagaimana gas mulia. Kestabilan masing
–masing unsur dapat dicapai melalui interaksi dan pembentukan ikatan dengan
unsur lain, baik sebagai homo atomik maupun sebagai hetero atomik bahkan dapat
membentuk poliatomik yang stabil seperti pada makromolekul atau polimer.
Melalui ikatan-ikatan kimia unsur-unsur kemudian membentuk molekul ataupun
benda-benda yang selanjutnya menyusun dan menjadi bagian dari alam semesta.
Ikatan kimia dapat terjadi akibat adanya interaksi elektronik, dalam berbagai
wujud dan mekanisme. Sehubungan dengan itu maka dikenal beberapa jenis ikatan
antara lain ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan koordinasi, ikatan hydrogen dan
ikatan van der walls (Tim Dosen IPB, 2002).
Interaksi antara
ion-ion Na+ dan ion Cl- kemudian menghasilkan pasangan
ion NA+Cl- yang mempunyai energy potensial yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan unsur-unsur tersebut secara terpisah :
Na+
+ Cl- NaCl
Contoh di atas menggambarkan pembentukan
pasangan ion dalam keadaan gas dari atom-atom dalam keadaan bebas. Pada proses
ini perbubahan energy menyangkut energy potensial ionisasi (pada pembentukan
kation), energy afinintas (pada pembentukan anion) dan energy interaksi coloumb
antara kedua jenis ion tersebut. Natrium klorida biasanya ditemukan sebagai
Kristal zat padat, dimana dalam kisi Kristal tiap-tiap ion Na+
dikelilingi oleh enam ion Cl- dan tiap-tiap ion Cl-
dikelilingi oleh enam ion Na+ yang lain. Kekuatan ikatan ini dapat
ditunjukkan dengan energi kisi (U) yang didefenisikan sebagai jumlah energy
yang dilepaskan bila satu senyawa terbentuk dari ion-ionnya dalam keadaan gas
berarti pembentukan NaCl (padat) dari unsur-unsurnya menyangkut beberapa
faktor tahapan (Tim Dosen IPB, 2002).
Reaksi
antara metana dengan klor cukup menarik dikaji lebih lanjut, karena reaksi
tersebut merupakan metode kimiawi yang cukup akurat. Campuran hasil reaksi yang
diperoleh dari reaksi yang diperoleh dari klorinasi metana dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya yang dapat diidentifikasi, karena kesemuanya
mempunyai titik didih yang berbeda. Sebagaimana yang terlihat pada metana yang
mengalami kloronisasi, menunjukkan nbahwa 1,2,3 dan 4 atom hydrogen dari metana
diganti oleh atom-atom klor secara beruntun dan menghasilkan senyawa
klorometana (metilklorida), diklorometana (metilenklorida), triklorometana
(tetraklorida). Masing-masing senyawa dapat dibuat dari berbagai cara dengan
menggunakan beberapa reaksi yang lain (Keena, 1999).
Semua
reaksi yang disebut dalam seksi-seksi di depan adalah reaksi penggabungan ion,
dimana bila bilangan oksidasi (valensi) spesi-spesi yang bereaksi tidaklah
berubah. Namun terdapat sejumlah dalam dimana keadaan oksidasi berubah, yang
disertai dengan pertukaran electron antara pereaksi. Ini disebut reaksi
oksidasi-reduksi atau dengan pendek reaksi redoks (Svehla, 1979).
Dalam
sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk proses-proses dimana oksigen
diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai proses dimana oksigen
diambil dari dalam suatu zat (Svehla, 1979).
Kloroform
merupakan senyawa hepatotoksik. Mekanisme kerjanya adalah melalui metabolit
reaktifnya, radikal triklorometil yang secara kovalen mengikat protein dan
lipid tidak jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid. Membran subsel sangat kaya
akan lipid sperti itu, akibatnya bersifat sangat rentan. Perubahan kimia dalam
membrane (Mycek, 1991).
Namun
Recnagel mengemukakan bahwa peroksidasi lipid mikrosom mungkin menyebabkan
penekanan pada pompa Ca2+ mikrosom yang mengakibatkan gangguan awal homeostatis
Ca2+ sel hati. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian sel hati (Mycek, 1991).
Sifatnya adalah (Soemantri, 1991) :
1. Mempunyai
titik didih yang lebih tinggi daripada alkane asalnya. Suhu rendah berwujud
gas, suku tengah berwujud cair dan padat untuk suhu yang lebih tinggi.
2. Sukar
larut dalam air dan mudah larut dalam pelarut organic.
3. Atom
halogen yang terikat, Judah disubtitusikan oleh atom/gugus lain.
B. Uraian Bahan
1. Air
Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air Suling
RM / BM : H2O / 18,02
Rumus struktur : H
– O – H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pensuspensi dan pembilas.
2. Alkohol
(Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : AETHANOLUM
Nama
lain : Etanol, alkohol
RM
/ BM : C2H5OH / 47,07
Rumus
struktur : CH3 – CH2 – OH
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap,
mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar, memberikan nyala biru
yang tak berasap.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut
organik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat
sejuk, jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai bahan dasar pembuatan kloroform dan sebagai titran.
3. Aseton
(Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : DIMETIL KETON
Nama
lain : Aseton
RM
/ BM : (CH3)2CO / 69,0801
Rumus
struktur : CH3 – CO – CH3
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap,
bau khas, mudah terbakar.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol 95% P, dengan eter P dan
dengan kloroform P, membentuk larutan jernih
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai bahan dasar pembuatan kloroform
4. Kloroform
(Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : CHLOROFORM
Nama
lain : Kloroform
RM
/ BM : CHCl3 / 119,38
Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau
khas, rasa manis dan membakar
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut dalam etanol
mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organik, dalam minyak
atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
5. Vaselin
Kuning (Dirjen POM, 1995)
Nama
resmi : VASELINUM FLAVUM
Nama
lain : Vaselin kuning
Pemerian : Massa seperti lemak, kekuningan hingga hampir
lemah, berflurosensi sangat lemah walaupun setelah melebur. Dalam lapisan tipis
transparan. Tidak atau hamper tidak berbau dan berasa.
Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene, dalam karbon
disulfide, dalam kloroform dan dalam minyak lemak dan dalam minyak terpentin,
larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak
atsiri, praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam
etanol mutlak dingin.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
C.
Uraian
Sampel
1. Kapur
klor (Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : CALSIUM CHLORO HYPOCLORIL
Nama
lain : Kaporit
RM
/ BM : Ca(OCI)Cl / 126,98
Pemerian : Serbuk putih, kotor, bau khas.
Kelarutan : Larut sebagian dalam air dan dalam etanol 95% P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai bahan dasar sintesis
D. Prosedur Kerja (Anonim,
2012)
1. Penggerusan
dalam mortar jangan terlalu lama, sebab nanti klornya banyak yang hilang dan
banyak yang tidak jadi.
2. Sebaiknya pipa bengkok yang menurun (12 cm) ditaruhpotongan selang
karet (5 cm) yang di dalamnya telah dilapisi vaselin tipis. Pipa yang menurun tersisa
± 4 cm. Pemakaian pipa karet ialah agar kita bisa menggoyang – goyangkan labu.
3. Perubahan susunan alat diperbolehkan asal dapat memberitahukan apa
yang dikerjakan dan memberikan alasan penggunaan alat-alat yang dipakai.
4. Penggukuran suhu tidak usah dilakukan karena tidak dikehendaki yang
tepat, cukup dapat diperkira-kirakan.
5. Selama pembuatan tidak boleh lengah. Pengocokan labu ini bermaksud
agar suspensi kapur klor yang mengendap ini tetap terbagi rata dalam seluruh labu
selama pemanasan.
6. Sebelum labu menjadi dingin, hendaknya lekas-lekas pipa alonga yang
tercelup dalam air penampung dipisahkan, kalau tidak akan ada kemungkinan bila labu
mendingin penampung tersedot masuk kedalam lalu melalui pendingin dan ini menyebabkan
pecahnya labu yang belum begitu dingin.
7. Hilangnya asam dapat diketahui dengan menguji air pencucian dengan kertas
lakmus, hilangnya alkohol dapat diketahui dengan menguji air pencuci dengan iodoform
reaksi.
8. Jangan misalnya mengeringkan hanya 10 ml kloroform dengan 10 gr CaCl2
anhidrat, nanti semua kloroform akan habis.
9. Pemilihan labu destilasi yang kecil disini artinya yang sesuai yakni
hendaklah isi labu tersebut (untuk destilasi biasa) tidak lebih dari 2/3 dan tidak
kurang dari 1/3.
10. Dengan adanya cahaya dari udara, kloroform mengalami oksidasi menjadi
phosgeen yang toksis. Pada penyimpanan biasanya diberi 1-2 % alkohol untuk mengubahnya
menjadi dietil karbonat yang tidak berbahaya.
BAB III
KAJIAN PRAKTIKUM
A. Alat yang Dipakai
Adapun alat yang dipakai yaitu botol semprot,
batang pengaduk, batu didih, corong pisah, erlenmeyer 50 ml, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 10 ml,
kondensor lurus, lampu spirtus, labu alas bulat, pipa bengkok, pipet skala, sendok tanduk, statif dan klem, timbangan o’haus.
B. Bahan yang Digunakan
Adapun bahan yang
digunakan adalah alkohol, alumunium foil, air suling, aseton, kapur
klor/kaporit, kapas, kertas timbang, tissue, dan vaselin.
C. Cara Kerja
a. Untuk Alkohol
Disiapkan
alat dan bahan yang digunakan. Ditimbang 24 gram kaporit dengan menggunakan
timbangan analitik. Dimasukkan kedalam labu alas bulat dan disuspensikan dengan air 30 ml
sedikit demi sedikit hingga homogen. Ditambahkan 50 ml etanol
dan dihomogenkan kembali, dan ditambahkan dengan batu didih, setelah itu mulut
dari labu alas bulat ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Dipasang atau dihubungkan labu alas bulat
tadi dengan kondensor. Dihubungkan dengan kondensor dimana ujung kondensor diletakkan dalam
erlenmeyer yang berisi air. Dipanaskan labu alas bulat
dengan menggunakan lampu spritus proses destilasi dihentikan apabila tidak ada
lagi kloroform yang keluar/dan apabila pada saat pemanasan terjadi gelembung yang terdapat
erlenmeyer yang berisi air maka jauhkan lampu spritus dari labu alas bulat. Diamati hasil sintesis kloroform pada Erlenmeyer penampung. Kloroform dan air dipisahkan dengan corong pisah sehingga diperoleh
kloroform yang murni, dimasukkan kedalam
gelas ukur dan diukur volume yang diperoleh. Dihitung persen rendamennya.
b.
Untuk
Aseton
Pertama-tama
disiapkan alat dan bahan yang digunakan. Ditimbang 20 gram kaporit kemudian dimasukkan kedalam labu alas bulat dan
ditambahkan air sedikit demi sedikit. Ditambahkan 40 ml aseton, dan
dihomogenkan kembali. Dipasang atau dihubungkan labu alas bulat tadi dengan
kondensor. Dipasang Erlenmeyer yang berisi air pada ujung alat destilasi. Dipanaskan
labu alas bulat dengan menggunakan lampu spritus. Diamati hasil sintesis
kloroform pada Erlenmeyer penampung. Kloroform dan air dipisahkan sehingga
diperoleh kloroform yang murni melalui corong pisah dan langsung dimasukkan
kedalam gelas ukur dan diukur volume yang diperoleh. Dihitung
persen rendamennya.
BAB
IV
KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
A.
Hasil
Praktikum
1. Tabel Pengamatan
No
|
pereaksi
|
Volume pereaksi
|
Berat
|
Volume kloroform
|
1
|
Aseton
|
25 ml
|
20 gr
|
4,5 ml
|
2
|
Alkohol
|
25 ml
|
20 gr
|
1 ml
|
B.
Pembahasan
Sintesa
kloroform merupakan suatu proses pembuatan senyawa organik melalui bahan dasar
kapur klor yang melalui penyarian atau destilasi. Kloroform merupakan obat
anastesi yang sudah sejak lama digunakan, akan tetapi saat ini pemakaiannnya
telah berkurang karena sifatnya yang hepatotoksik dan dapat dengan mudah
teroksidasi di bawah cahaya dan udara menjadi phosgene yang sangat toksik.
Pada
praktikum sintesa kloroform terjadi tiga reaksi, yaitu reaksi oksidasi oleh
halogen, kloronisasi dari hasil oksidasi dan hidrolisa alkali dari senyawa yang
baru terbentuk. Sintesa kloroform dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama
mereaksikan suspense kapur klor / kaporit dengan alcohol, kedua mereaksikan
suspense kapur klor / kaporit dengan aseton.
Pada percobaan ini dilakukan cara pembuatan kloroform
dengan mereaksikan kapur klor (kaporit) dengan aseton, cara kerja pembuatan
kloroform dengan menggunakan aseton yaitu pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
Ditimbang 20 gram
kaporit kemudian dimasukkan kedalam labu alas bulat dan ditambahkan air sedikit
demi sedikit. Ditambahkan 40 ml aseton, dan dihomogenkan kembali. Dipasang atau dihubungkan labu
alas bulat tadi dengan kondensor. Dipasang Erlenmeyer yang berisi air pada
ujung alat destilasi. Dipanaskan labu alas bulat dengan menggunakan lampu
spritus. Diamati hasil sintesis kloroform pada Erlenmeyer penampung. Kloroform
dan air dipisahkan sehingga diperoleh kloroform yang murni melalui corong pisah
dan langsung dimasukkan kedalam gelas ukur dan diukur volume yang diperoleh. Dihitung
persen rendamennya.
Pada proses suspensi kapur klor, diusahakan agar jangan terlalu
lama untuk mencegah terlepasnya gas klor, dan perlu diingat dalam mensuspensi dengan air diusahakan agar
kapur klor jangan sampai tergerus kerana akan mempermudah terlepasnya kapur
klor, sehingga jumlah kloroform yang akan didapatkan hanya sedikit.
Pada percobaan ini digunakan kondensor lurus yang disesuaikan dengan metode
yang digunakan yaitu metode destilasi agar uap kloroform dapat lebih mudah
melewati kondensor. Apabila digunakan kondensor bulat, maka ada kemungkinan uap
atau gas dari kloroform akan tertinggal pada bulatan/lekukan kondensor. Pada
kondensor, air mengalir dari atas kebawah agar pendinginan dapat dilakukan
secara maksimal dari ujung atas sampai ujung bawah kondensor.
Penggunaan labu alas bulat tujuannya adalah agar pemanasan yang
kita lakukan hasilnya dapat merata, karena jika kita menggunakan labu yang lain
selain labu alas bulat akan dikhawatirkan pemanasan yang dilakukan hasilnya
akan tidak merata karena labu yang lain
mempunyai suatu sudut yang mana akan memungkinkan larutan yang berada di dalam
labu tersebut akan mengendap dan proses pemanasannya tidak merata karena api dari bawah hanya
menyebar ke sudut – sudut dari labu, sedangkan jika kita menggunakan labu alas
bulat maka pemanasannya akan lebih merata dan apinya akan menyebar ke seluruh
bagian dari labu alas bulat tersebut.
Dilakukan pemanasan api bebas agar dapat
menghindari terjadinya frothing atau letupan dari larutan bila sewaktu-waktu
terjadi letupan dapat segera menghentikan pemanasan dan frothing tidak terjadi.
Fungsi yang sama juga diberikan oleh batu didih, penambahan batu didih
dimaksudkan untuk menghindari frothing, disebabkan karena batu didih memiliki
pori-pori yang dapat menyerap panas dan mengeluarkan panas tersebut ke segala
arah sehingga pemanasan merata ke segala arah.
Proses terjadi dalam sintesis kloroform
ini adalah dengan adanya pemanasan maka uap klor akan naik atau menguap karena
telah mencapai titik didih. Uap klor yang terbentuk akan dialirkan ke kondensor
untuk di kondensasi membentuk tetesan cairan kloroform sehingga mengalir
melewati pipa bengkok/alonga ke wadah.
Adapun
alasan penambahan dari masing-masing bahan yang digunakan adalah :
·
Aseton, karena
aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol , dietileter
·
Kaporit, bila
pada penambahan ini akan terjadi reaksi haloform bila direaksikan dengan
alkohol atau aseton.
Aplikasi dalam bidang
farmasi yaitu untuk mensintesis senyawa atau bahan-bahan obat sehingga dapat
dipergunakan serta mensintesis senyawa lain untuk memperoleh senyawa baru yang
berkhasiat bagi makhluk hidup. Dan pada penggunaan obat anastesi dalam
melakukan suatu eksperimen atau uji farmakologi dan toksisitas suatu obat.
Adapun efek yang
ditimbulkan jika terlalu banyak menghirup gas kloroform, yaitu :
a. Terjadinya
aritmia, yaitu adanya perbedaan denyut atau irama jantung dari kondisi normal.
b. Menghambat
kerja jantung dengan menurunkan curah jantung.
c. Hidrasi,
yaitu kelebihan cairan tubuh.
d. Kerusakan
pada hati dan ginjal.
Hasil yang didapatkan
dari praktikum dapat dipengaruhi oleh beberapa factor kesalahan diantaranya
adalah :
a. Adanya
ketidak telitian dalam melakukan penimbangan dan penambahan bahan.
b. Banyaknya
klor yang menguap pada saat melakukan suspense dengan air dan pada pengisian
labu alas bulat.
c. Adanya
ketidak hati-hatian dalam memasukkan bahan kapur klor.
Dari
hasil praktikum diperoleh hasil sintesis kloroform (dengan aseton) sebanyak 4,5 ml, dengan berat teoritis 6,243 gram sedangkan berat praktek 6,636 gram, sehingga
diperoleh rendemennya sebesar 106,3
%. Dan hasil
sintesis kloroform (dengan alkohol) sebanyak
1 ml, dengan berat teoritis 4,690 gram sedangkan berat praktek 1,4747 gram, sehingga
diperoleh rendemennya sebesar 31,44
%.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
kloroform yang diperoleh dengan alkohol adalah 1 ml dengan % rendamen 31,44 %.
2.
kloroform yang diperoleh dengan alkohol adalah 4,5 ml dengan % rendamen 106,3 %.
B.
Saran
Sebaknya pada praktikum ini di gunakan pengukur suhu di
sekitar pijaran nyala bunsen untuk menghindari suhu yang tinggi, agar tidak
terjadi letupan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintesis.
Universitas Muslim Indonesia : Makassar
Dirjen
POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Depkes RI : Jakarta
Dirjen
POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Depkes RI : Jakarta
Riawan,
S. 1990. Kimia Organik Edisi 1.
Binarupa : Jakarta
Ernest.
1991. Dinamika Obat. Institut
Tehnologi Bandung : Bandung
Fessenden.
1995. Kimia Organik Edisi Ketiga.
Penerbit Erlangga : Jakarta
G, Katzung. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba
Medika : Jakarta
Ganiswara, Sulistia.
1995. Farmakologi dan Terapi.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Siegfried, Elel.
1992. Obat Sintesis. Universitas
Gajah Mada Press : Yogyakarta
Soemantri,
dkk. 1991. Prinsip Belajar Kimia.
Erlangga : Jakarta
Tjay, Tan Hoan. 2002.
Obat-obat Penting. PT. Elex Media
Komputindo : Jakarta
Tim Dosen TPB. 2002. Kimia Dasar II. TPB Universitas
Hasanuddin. Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar